Senin, 18 April 2011

Format Baku Sistem Analisis (Bisnis Proses)

Format Baku Sistem Analisis
(Bisnis Proses)
Gangguan Fobia (Laba – Laba)

Contoh Kasus : Fobia Laba – Laba
Maia adalah siswa SMA yang sangat takut dengan Laba – Laba, oleh karena itu subjek diminta untuk melakukan relaksasi sambil membayangkan laba –laba yang berjarak jauh darinya, setelah maia merasa rileks terapis meminta Maia untuk membayangkan laba – laba sedikit lebih dekat dari jarak yang pertama. Jika Maia masih tetap mampu melakukan relaxasinya, maka ia akan diminta untuk memperpendek jarak hingga berani menyentuh, walaupun itu hanya dalam pikiran atau bayangan Maia. Ibu maia adalah orang yang pertama mendatangi psikolog untuk memberikan terapi kepada anaknya, oleh karena itu anamnesa klien didapat dari Ibu Maia sendiri dan selanjutnya Maia yang datang langsung ke tempat Psikolog untuk melakukan terapi akan ketakutannya terhadap binatang laba – laba.


Tahap – Tahap Melakukan Terapi
1. a. Case Name : Anamnesa
b. Pre Condition : None
c. Actor Who Initiated : Therapys
d. Steps : 1). Menyapa
2). Bertanya tentang informasi biodata klien
3). Bertanya tentang latar belakang keluarga klien
4). Bertanya tentang riwayat hidup klien
e. Post Condition : Rapport
f. Actor Who Gets Benevit : Therapys



2. a. Case Name : Rapport
b. Pre Condition : Anamnesa
c. Actor Who Initiated : Therapys
d. Steps : 1). Terapis mengajak klien berbinvang-bincang tentang keseharian klien, untuk membuka pikiran klien, bagaimana perasaannya.
2). Terapis mengajak klien duduk santai diruangan terapis.
3). Terapis memberikan makanan dan minuman untuk klien agar merasa nyaman.
e. Post Condition : Menggali atau mengidentifikasi klien
f. Actor Who Gets Benevit : Therapys & Clien


3. a. Case Name : Menggali atau Mengidentifikasi Masalah
b. Pre Condition : Rapport
c. Actor Who Initiated : Therapys
d. Steps : 1). Terapis menginterview ( 5w +1H)
2). Terapis meminta klien untuk membayangkan suatu situasi / peristiwa yang membuatnya cemas.
3). Terapis sengaja menunjukkan (secara verbal) hal– hal yang ditakuti klien
e. Post Condition : Melakukan Terapi
f. Actor Who Gets Benevit : Therapys and client







4. a. Case Name : Melakukan Terapi
b. Pre Condition : Menggali atau Mengidentifikasi Masalah
c. Actor Who Initiated : Therapys and Client
d. Steps : 1). Memilih jenis terapi
2). Menentukkan teknik Desentisisasi Sistematik untuk klien
3). Menganalisis tingkah laku klien saat diberikan stimulus yang membuat klien cemas.
4). Terapis dan klien mencoba mengembangkan hirarki / tingkat kecemasan atas stimulus yang diberikan.
5). Terapis memberikan relaxasasi untuk klien.
6). Setelah, klien sudah merasa rileks. Terapis bisa langsung memverbalisasikan secara urutan tingkatan yang sudah dibuat sebelumnya dan meminta klien untuk membayangkan dirinya berada dalam situasi yang diceritakan terapis.
e. Post Condition : Evaluasi
f. Actor Who Gets Benevit : Client

5. a. Case Name : Evaluasi
b. Pre Condition : Melakukan Terapi
c. Actor Who Initiated : Therapys
d. Steps : 1). Melihat hasil dari anamnesa klien
2). Melihat dari hasil menggali / mengidentifikasi masalah.
3). Melihat hasil terapi yang sudah dilakukan
4). Jika tidak berhasil, terapis menentukkan bentuk terapi yang lain untuk klien
e. Post Condition : Post Therapy
f. Actor Who Gets Benevit : Therapys
6. a. Case Name : Post Therapy
b. Pre Condition : Evaluasi
c. Actor Who Initiated : Therapys and Client

d. Steps : 1). Melihat hasil evaluasi dan hasil Terapi yang sudah dilakukan sebelumnya ( Desentisisasi Sistematik)
2). Menentukkan bentuk terapi lain yaitu Flooding
3). Flooding dilakukan dengan cara klien dipaksa untuk berada dalam situasi yang mencemaskan secara langsung
4). Klien tidak boleh mengindari atau melarikan diri dengan penjagaan yang sudah di rencanakan
5). Terapis langsung memunculkn stimulus - stimulus yang mencemaskan klien.
6). Terapi Flooding dilakukan berulang – ulang sampai kecemasan akan tereduksi atau terhapus.
e. Post Condition : None
f. Actor Who Gets Benevit : Client

Selasa, 05 April 2011

Pemetaan Bisnis Proses Psikoterapi

Pemetaan Bisnis Proses Psikoterapi

Kasus 1 : Gangguan Phobia
Phobia adalah suatu ketakutan yang tidak rasional yang menyebabkan penghindaran yang disadari terhadap obyek, aktivitas, atau situasi yang ditakuti. Fobia spesifik: takut terhadap binatang, badai, ketinggian, penyakit, cedera, dsb. Fobia sosial: takut terhadap rasa memalukan di dalam berbagai lingkungan sosial seperti berbicara di depan umum, dsb.

Kasus 2 : Gangguan ADHD
ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) adalah gangguan perkembangan dalam peningkatan aktifitas motorik anak-anak hingga menyebabkan aktifitas anak-anak yang tidak lazim dan cenderung berlebihan. Hal ini ditandai dengan berbagai keluhan perasaan gelisah, tidak bisa diam, tidak bisa duduk dengan tenang, dan selalu meninggalkan keadaan yang tetap seperti sedang duduk, atau sedang berdiri. Beberapa kriteria yang lain sering digunakan adalah suka meletup-letup, aktifitas berlebihan, dan suka membuat keributan.

Kasus 3 : Gangguan makan Anorexia
Anorexia nervosa dan bulimia nervosa adalah dua jenis gangguan pola makan yang paling populer. Bila bulimia adalah tindakan untuk mengurangi atau mempertahankan berat badan, maka anorexia adalah bentuk melaparkan diri secara sengaja. Bila bulimia dipicu oleh keinginin untuk menurunkan berat badan karena merasa sudah makan sangat banyak pada suatu kesempatan, maka anorexia dipicu oleh anggapan si penderita kalau ia masih mengalami kelebihan berat badan, padahal tubuhnya sudah sangat kurus.
Satu hal yang mengkhawatirkan mengenai anorexia adalah fakta bahwa kelainan ini berhubungan dengan kondisi psikologis si penderita. Bagi penderita anorexia, mengurangi berat badan merupakan cara untuk mencapai kebahagiaan dan dasar untuk mendapatkan kepercayaan diri. Anorexia menjadi cara yang tidak sehat untuk mengendalikan masalah emosional karena merasa tidak bahagia, mencapai kesempurnaan karena merasa badannya masih sangat gemuk, dan keinginan untuk mengendalikan tubuh sendiri dengan cara menolak makanan.

Tahap-tahap dalam melakukan Psikoterapi
1. Anamnesa
Pada tahap ini terapis melakukan wawancara terhadap klien untuk mendapatkan informasi tentang latar belakang klien serta masalah yang klien alami.
2. Rapport
Pada tahap ini terapis melakukan pendekatan dengan klien dengan berkomunikasi tentang hal apapun mengenai klien yang bertujuan untuk membangun kepercayaan klien dalam meminta bantuan terapis dalam mengatasi permasalahan yang sedang dialami.
3. Menggali atau mengidentifikasi masalah
Pada tahap ini terapis lebih aktif dalam mencari informasi mengenai masalah klien untuk menidentifikasi permasalahan apa yang sebenarnya dihadapi oleh klien.
4. Melakukan terapi
Setelah melakukan ketiga hal diatas, terapis dapat menetapkan teknik terapi apa yang akan diberikan kepada klien dalam mengatasi permasalahan.
a. Gangguan Phobia
Gangguan phobia ini dilakukan dengan menggunakan teknik Desensitisasi Sistematis.
• Klien diminta melakukan relaksasi.
• Terapis dank lien mencoba mengembangkan hirarki atau tingkat ketakutan atas sebuah stimulus
• Klien berlatih skill relaksasi ketika terapis mendeskripsikan kejadian dari hirarki tersebut.
b. Gangguan ADHD
Gangguan ADHD ini dilakukan dengan menggunakan teknik Play Therapy.
• Klien diajarkan oleh terrapis untuk mengekspresikan perasaan negative tanpa menyakiti orang lain
• Terapis memelihara sikap positif terhadap anak
c. Gangguan makan Anorexia
Gangguan makan Anorexia ini dilakukan dengan menggunakan teknik Kognitif Terapi.
• Mempertanyakan kebenaran pendapat klien secara empiris dan logis
• Menggunakan statement coping dan statement diri yang rasional dan berulang-ulang
• Mempertimbangkan hasil
- Keuntungan jika berubah
- Kerugian jika tidak berubah
• Menggunakan metode phsychoeducational (audio-video cassette)
• Response prevention (setiap akan memikirkan di cut---stop thinking)
5. Evaluasi
Pada tahap ini terapis mengkaji kembali hasil dari terapi yang telah diberikan terhadap klien yang mengalami gangguan fobia, ADHD dan gangguan makan anorexia. Jika terapi yang diberikan tidak berhasil atau tidak ada perubahan dari klien maka terapis dapat melakukan post therapy (terapi dengan teknik lain).
6. Post Therapy
Pada tahap ini akan dilakukan terapi yang berbeda dari terapi yang pertama diberikan kepada klien dan jika hasil dari terapi yang pertama tidak memiliki perubahan yang berarti bagi klien.